Reporter : Tomy Gutama
BONTANG, KALTIMOKE – Pada tahun 2018 di Indonesia, 1 dari 9 anak perempuan berusia 20-24 tahun menikah sebelum usia 18 tahun. Lazim disebut perkawinan anak atau pernikahan dini.
Di Kota Bontang sendiri kasus pernikahan dini dapat dikatakan cukup tinggi. Angka pertahunnya selalu mengalami kenaikan.
Pada tahun 2020 saja berdasarkan data KUA di 3 Kecamatan, terdapat 42 kasus perkawinan anak.
Selain melanggar hak anak, terutama anak perempuan. Anak perempuan dapat dikatakan pihak yang paling rentan menjadi korban dalam kasus pernikahan dini. Dapat juga mengalami sejumlah dampak negatif.
Dokter Spesialis Kandungan dan Kebidanan Fakhruzzabadi mengatakan dari segi Kesehatan, pernikahan dibawah umur dapat memberikan beberapa dampak negatif. Baik Fisik maupun mental.
Dampak Fisik mulai dari risiko kehamilan yang tidak sehat. Antara lain mudah keguguran atau kelahiran prematur, resiko keracunan kehamilan (Preeklamsia), anemia, resiko cacat bawaan bayi, resiko persalinan sesar, karena panggul masih kecil dan masih banyak lagi.
“Selain itu resiko terkena kanker serviks di kemudian hari cukup tinggi. serta anak yang dilahirkan kekurangan nutrisi dan perhatian,” ujarnya.
Adapun dari dampak negatif terhadap mental diantaranya, seperti belum siap membangun rumah tangga, resiko pertengkaran dan perceraian, resiko KDRT, kecenderungan tidak percaya diri sampai gangguan mental serta resiko depresi pasca melahirkan (baby blue syndrome).
Selama bertahun-tahun pengalaman sebagai dokter kandungan, dokter yang akrab disapa dokter Badi itu juga sering menangani kehamilan anak dibawah umur.
Ia kerap mendapati beberapa masalah yang secara umum ditemui pada kehamilan di usia dini. Seperti resiko lahir prematur atau berat lahir bayi kurang.
“Secara fisik perempuan usia 20 tanun idealnya melahirkan. Secara mental 25 tahun,” pungkasnya. (**)