Sama-sama Keringat, Sama-sama Buka Dompet

Oleh : Saparta Abdullah

OPINI, KALTIMOKE — Bontang Memilih, pada 9 Desember 2020, tetap sama dengan lima tahun sebelumnya. Pilihannya tetap, Bunda Neni—Hj Neni Moerniaeni. Bunda Neni incumbent. Satunya lagi, Adi Darma, penantang.

Karena itu, surat suara hanya akan diisi empat foto. Dua pasangan calon. Seperti lima tahun lalu. Pembeda hanya foto di sebelah masing-masing kandidat wali kota.

Basri Rase, yang lima tahun lalu sebelahan Bunda Neni—dalam satu kotak—pindah posisi. Ia akan berada satu kotak dengan Adi Darma. Jangan pernah cari foto Isro Umar Gani lagi. Ia sudah tidak ikut. Di sebelah Bunda Neni, akan ada Joni Muslim. Politikus Partai Nasdem. Satu kotak dengan Bunda Neni.

Dulu, lima tahun lalu, Joni juga sudah pernah sebelahan Bunda Neni. Tapi belum ditemukan di dalam bilik suara. Belum dicetak di surat suara. Baru terpajang di pinggir-pinggir jalan. Atau di poster-poster kertas. Tapi tidak ada logo KPU. Joni masih fokus di bisnis. Mungkin juga memberi jalan ke sahabatnya, Basri Rase.

Kali ini, Joni akan ditemukan mengisi foto di sebelah Bunda Neni. Insya Allah akan sampai di bilik suara. Juga di surat suara. Katanya sudah saatnya.

Lima tahun lalu, Basri Rase adalah Ketua Partai. Saat ini pun juga tetap ketua partai. Dulu ketua di Hanura. Kali ini, Ketua di PKB. Joni dulu pengusaha. Sekarang juga sudah berpartai.

Perihal pindah-pindah kota foto ini, ada yang bilang karena kecewa. Biasanya, kecewa itu karena soal porsi. Juga karena kewenangan. Padahal porsi dan kewenangan belum berubah. Undang-undangnya masih sama.

Tapi soal kecewa, itu wajar. Pindah-pindah pun wajar. Karena kodratnya manusia selalu ingin lebih baik. Banyak terjadi di pilkada, yang kecewa lalu maju merebut porsi dan kewenangan itu. Dari wakil menjadi bupati. Dari wakil menjadi wali kota.

Sayangnya, Basri tetap maju sebagai wakil. Hanya calon wali kotanya yang berbeda. Sepanjang tidak ada perubahan aturan, soal porsi dan kewenangan, berganti pasangan berapa kali pun akan tetap sama. Namanya tetap wakil. Porsi dan kewenangan juga akan tetap sama. Karena, undang-undang sangat tegas dan jelas. Jadi kalau kecewa lagi, ya wajar.

Joni pun begitu. Harus sadar posisi wakil. Jangan wakil yang ingin rasa wali kota. Pasti bertengkar. Banyak bukti di banyak daerah. Tapi, ada juga daerah yang tetap aman damai. Setia hingga akhir.

Kecewa juga bisa karena komitmen. Komitmen ucapan. Tapi ada yang malah sampai hitam di atas putih. Di luar garis aturan. Maklum, di pilkada, mau calon wali kota atau wakil wali kota, sama-sama punya massa. Sama-sama berkeringat. Sama-sama buka dompet. Sama-sama harus berjuang agar menang. Karena kalau kalah, malunya juga sama-sama.

Yang perlu diingat—kalau itu soal komitmen—adalah komitmen apa? Komitmen politik? Komitmen ekonomi? Komitmen bagi-bagi atau berbagi? Atau komitmen untuk sama-sama tidak komitmen? Kata anak muda, “Hari gini, komitmen ekonomi saja susah, apalagi komitmen politik. Jadi jangan Baper.” ($/bersambung)




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *