BONTANG, KALTIMOKE — Gempa dan tsunami Palu berdampak ke Bontang. Tidak hanya soal pengungsi, tapi juga pembangunan fisik di Kota Taman. Betapa tidak, sejak kejadian beberapa waktu lalu, pasokan pasir dan batu mengalami kendala. Stok di Bontang pun mulai menipis. Bahkan, mulai mengalami kelangkaan. Hal ini disebabkan pasokan selama ini memang berasal dari pulau seberang tersebut.
Kelangkaan ini kemudian disikapi DPRD Bontang melalui Komisi III dengan memanggil Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota (DPUPRK) Bontang. Pemanggilan dimaksudkan untuk mencari jalan keluar atas persoalan tersebut. Solusi ini mendesak mengingat sudah akhir tahun dimana seluruh proyek infrastruktur harus selesai tepat waktu dan tidak menyeberang tahun anggaran.
“Kita memahami di Palu telah terjadi gempa dan tsunami, sehingga sangat berpengaruh terhadap perusahaan yang ada di Kota Bontang yang selama ini menggunakan pasir dan batu dari Palu,” kata Wakil Ketua Komisi III DPRD Bontang, Suhud Hargianto, Rabu, 7 November 2018.
Dalam waktu dekat ini, lanjut Suhud, Komisi III juga akan kembali melakukan rapat koordinasi dengan DPUPRK. Tujuannya untuk mengetahui dan malakukan evaluasi proyek di tahun 2018. “Kita ingin tahu sejauhmana progres yang sudah dicapai. Termasuk meminta data anggaran yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan, khususnya harga bahan yang mengalami kenaikan pascagempa dan tsunami di Palu,” terang Suhud.
Kepala Seksi Pemeriharaan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota (DPUPRK) Bontang, Sjahudin mengatakan, pihaknya saat ini terkendala pasokan pasir dan batu yang disuplai dari Palu, Sulawesi Tengah. Akan tetapi, pihaknya telah berkoordinasi dengan pihak ketiga yang selama ini mendukung Pemkot Bontang. Ia memastikan, bahan baku akan mengalami kenaikan harga.
“Saat ini harga kemungkinan masih normal, tapi untuk pemesanan berikutnya kemungkinan besar akan mengalami kenaikan yang signifikan,” terangnya.
Ia pun telah melakukan riset di beberapa suplayer yang ada di Kota Palu. Harga yang biasanya hanya Rp20.000-30.000 ribu per kubik, kini bisa mencapai harga Rp40 ribu. “Hasil ini akan kami sampaikan ke kepala dinas untuk menjadi bahan saat rapat selanjutnya,” imbuhnya. (el/adv)